19 Desember 2007

HANYA SATU KATA : KOMPETENSI !

oleh Immanuel Pratomojati
Pengajar Teknik Sipil PNJ

(Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam rangka LUSTRUM V
Politeknik Negeri Jakarta tahun 2007)


1. Pendahuluan
Tokoh dan bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan suatu ungkapan (dalam bahasa Jawa) : Ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa ngelmu cupet, yang artinya: Ilmu tanpa keterampilan menerapkannya adalah kosong, sebaliknya keterampilan tanpa ilmu (pendukungnya) adalah kerdil.
Terampil adalah kata kunci yang selalu menjadi pegangan pengelola pendidikan politeknik. Lembaga ini umumnya tak menjanjikan pekerjaan bagi lulusan, tetapi memberi bekal yang cukup agar mereka mendapat jalan mencari pekerjaan sendiri atau membuka usaha. Berangkat dari pemikiran seperti itu, pendidikan Politeknik menempuh cara pembelajaran praktikum lebih banyak daripada teori.
Lembaga pendidikan kejuruan/ vokasi seperti politeknik di Indonesia hadir dipelopori pihak non-pemerintah. Misalnya, ATMI Solo yang awal kehadirannya dipelopori negara lain. Politeknik Manufaktur Bandung yang dulunya dikenal dengan nama Politeknik Mekanik Swiss hadir dari dukungan pemerintah Swiss. Demikian juga Politeknik Astra, hadir dengan dukungan sepenuhnya Yayasan Astra Bina Ilmu, Politeknik Gajah Tunggal berdiri atas dukungan penuh Gajah Tunggal Group. Politeknik Manufaktur Timah didukung sepenuhnya oleh PT. Timah Tbk, Bangka.
Walaupun tidak disertai gelar akademik yang muluk-muluk, lulusan lembaga pendidikan Politeknik di atas, hampir tidak ada yang menganggur. Sebagian bahkan menjalani ikatan dinas untuk mensuplai kebutuhan sumber daya manusia industri foundersnya.
Lalu mengapa lulusan pendidikan setingkat politeknik itu begitu laku? Jawabannya adalah kompetensi. Jika sesorang mempunyai kompetensi yang tinggi dalam bidangnya, ia akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya dan lebih unggul dibandingkan dengan yang tidak berkompetensi. Kompetensi adalah gabungan knowledge, skill dan attitude yang dipunyai sesorang. Kompetensi merupakan gabungan pengetahuan teoritis dan praktek yang mestinya diperoleh melalui lembaga pendidikan. Melalui pendidikan politekniklah seseorang mempunyai keahlian tertentu sehingga akan siap kerja atau menyesuaikan dengan dunia kerja industri. Di politeknik, mahasiswa mempunyai keseimbangan dalam kemampuan teori dan keterampilan untuk menerapkannya.
Keberadaan politeknik sangat dibutuhkan masyarakat. Mengambil contoh negara-negara maju seperti Jerman, Swiss, dan Amerika, jumlah politeknik di sana lebih banyak dibandingkan universitas. Fenomena itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat mereka. Bahkan, pendidikan politeknik di negara maju dinilai lebih prestesius. Peluang masuk ke politeknik juga lebih sulit dibanding masuk universitas.
Tidak mengherankan jika saat ini di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau berpendidikan tetapi menganggur alias tidak bekerja. Biasanya alasan dari kondisi ini adalah tidak tersedianya lapangan kerja. Padahal sesungguhnya lapangan kerja masih begitu banyak. Hanya saja kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja itu tidak dapat dipenuhi oleh para penganggur terdidik tadi. Di harian ibukota tiap hari Sabtu dan Minggu selalu berderet lowongan kerja yang begitu menantang calon atau tenaga kerja Indonesia. Lalu mengapa para calon tenaga kerja tidak mengisinya?
Basis kompetensi belum diterapkan dalam sistem pendidikan kita, kerjasama antara dunia industri yang membutuhkan tenaga kerja dengan lembaga pendidikan yang memasok juga masih jauh dari cukup. Padahal sesungguhnya industri merupakan tempat para terdidik untuk menerapkan teknologi terbaru yang ada.
Dalam tulisan ini permasalahan yang diajukan adalah bagaimana Politeknik Negeri Jakarta mengembangkan kompetensi mahasiswanya?

2. Pembahasan
Pentingnya kompetensi
Dalam bahasa aslinya (Inggris) dikenal istilah competency, competence, dan competent yang arti satu sama lainnya relatif sangat tipis. Competency merupakan kata benda dari competence yakni kecakapan. Competence selain berarti kecakapan dan kemampuan juga berarti wewenang. Sedang competent sebagai kata sifat yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
R.Palan dalam bukunya “Competency Management-A Practicioner’s Guide”,terjemahan, (2007) mengungkapkan competency (kompetensi) merupakan deskripsi mengenai perilaku sementara competence (kecakapan) sebagai deskripsi tugas atau hasil pekerjaan.
Menurut Palan, kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer). Dengan demikian kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan. Bukan apa yang mungkin mereka lakukan.
Tidak semua anak akan mampu mengenyam pendidikan tinggi. Hanya 20 persen lulusan sekolah tingkat lanjutan atas yang layak melanjutkan pendidikan ke universitas atau perguruan tinggi berbasis akademik. Selebihnya lebih sesuai melanjutkan ke politeknik atau pendidikan tinggi yang fokus pada pengembangan keterampilan.
Untuk mengantisipasi hal seperti ini, orientasi pendidikan di negara kita memang harus berubah. Lembaga pendidikan seharusnya bisa menyediakan sumber daya manusia yang terdidik secara teori dan trampil dalam penerapannya, serta siap memasuki dunia kerja.
Guna menjaga keberlangsungan lembaga pendidikan politeknik seperti halnya Politeknik Negeri Jakarta tidak cukup hanya mengandalkan keberpihakan pemerintah semata. Sudah waktunya politeknik mengajak pihak industri untuk masuk dan memberikan alih teknologi (transfer of technology) kepada mahasiswa. Industri yang menjadi tempat diterapkannya teknologi terkini juga harus memberi dukungan sepenuhnya. Hubungan antara industri dengan lembaga pendidikan ini harus terjalin dengan baik dalam kerangka menuju tujuan yang sama. Pihak lembaga pendidikan akan menghasilkan lulusan yang dibutuhkan dan sesuai dengan kualifikasi industri. Sementara untuk itu industri harus bersedia dan memberikan kesempatan sebagai teaching facility.
Keterkaitan antara perguruan tinggi dan dunia kerja merupakan salah satu area yang sering mendapat sorotan. Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi seperti tercantum dalam SK Mendiknas No 045/U/2002 perihal Kurikulum Inti, pengajaran harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kompetensi yang ditentukan industri terkait dan organisasi profesi. Maka dari itu, kerja sama dengan industri sering dijadikan poin jual. Beberapa perguruan tinggi mencantumkan pelatihan dan sertifikasi Microsoft, SAP, atau Autocad dalam brosur dan promosinya. Sementara banyak perguruan tinggi lain memasukkan nama-nama perusahaan besar sebagai tempat magang dan penampung lulusan mereka.
Kerjasama dengan industri
PNJ juga harus memperbanyak kerja sama dengan perusahaan/industri sebagai theaching company. Dengan adanya ini, mahasiswa dapat memperoleh pengalaman kerja.
Belum semua industri bersedia menjadi theaching facility dari lembaga pendidikan tersebut. Jika tidak ada dukungan dari industri, lembaga pendidikan politeknik ini tidak akan bisa berjalan, kalaupun jalan kualitasnya tidak dapat dijamin mempunyai kompetensi terutama dalam penerapan ilmunya ke dunia industri. Lulusannya tidak akan siap kerja.
Akan tetapi di samping itu, keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan seperti ini juga diakui sangat kurang. Hal ini terlihat dari minimnya jumlah lembaga pendidikan politeknik dibandingkan perguruan tinggi universitas atau sejenisnya.
Minimnya jumlah lembaga pendidikan seperti politeknik tersebut menurutnya salah satunya adalah karena besarnya investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu lembaga pendidikan politeknik. Lembaga ini akan menempa warga belajar menjadi ahli-ahli yang mampu menerapkan ilmu yang dimilikinya secara langsung di dunia industri.
Untuk itu tentunya lembaga pendidikannya harus dilengkapi dengan seluruh media atau alat praktek yang memadai. Mulai dari mesin-mesin, workshop, dan laboratorium yang sesuai dengan standar industri. Belum lagi peralatan itu harus selalu di up grade agar tidak tertinggal dengan perkembangan teknologi yang dipakai industri.
Dengan metode pembelajaran 50-70 persen praktek dan 30-50 persen teori, menjadi keunggulan politeknik ini untuk membekali alumninya dengan kemampuan yang mumpuni. Tentunya hal ini tidak lepas dari kerja keras manajemen Politeknik Negeri Jakarta. Hasilnya kelihatan, berbagai perusahaan besar nasional bahkan PMA memburu lulusannya untuk dipekerjakan sebagai tenaga ahli.
Mengenai dunia akademinya sendiri, politeknik lebih menekankan kemampuan ketrampilannya dibandingkan teori. Hal seperti ini jarang ada di perguruan tinggi lain karena biayanya tinggi.
Kemudian akreditasi, jadi bentuk tolak ukur mutu suatu perguruan tinggi di Indonesia saat ini adalah Akreditasi.

Kita boleh berbangga, program studi di Politeknik Negeri Jakarta ini terakreditasi semua, bahkan salah satunya terakreditasi sangat baik. Politeknik Negeri Jakarta juga sudah menjadi penilai, jadi kita sudah menjadi penilai program studi D3. Untuk peningkatan ke depan, banyak yang akan kita kerjakan. Satu yang harus kita pegang adalah kreatif inovasi.
Karena dengan kreatif inovasi ini kita bisa meningkatkan terus kompetensi mahasiswa kita. Contohnya tahun depan sudah ada persyaratan mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, tidak bisa dinyatakan lulus kalau tidak mempunyai tes TOEFL 450 atau 500. Karena perusahaan asing tidak mikir-mikir lagi, saat tes menggunakan bahasa asing yakni Bahasa Inggris.

Dari segi proyek, sekarang ini ada model bantuan lembaga asing yang memberikan grant. Grant itu harus diperebutkan, membuat proposal dikirim lalu diperiksa oleh reviewer yang memang ahlinya, dinilai apakah layak atau tidak.
Politeknik Negeri Jakarta pernah mendapatkan grant Duelike. Melalui bantuan ini program studi dapat meningkatkan kemampuan kompetensi baik instrukturnya, peralatannya.
Selain itu kita harus inovasi terus, sehingga lulusan Politeknik Negeri Jakarta mempunyai kompetensi yang lengkap. Bahkan jika sudah memungkinkan lulusan PNJ akan mendapatkan sertifikasi selain ijazah, sertifikasi ini mungkin bisa bertaraf internasional seperti sertifikasi pengelasan. Melalui berbagai bantuan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mesin yang sudah tua. Jika mesin dan peralatan sudah up to date, Ini salah satu juga mendukung program pemerintah pengiriman tenaga kerja ke keluar negeri. Tentu bukan tenaga-tenaga kerja yang non skill itu, tetapi yang skill full sehingga nanti nilainya akan lebih besar.
Tak mengherankan, saat ini banyak industri yang cenderung melirik lulusan politeknik daripada menarik siswa lulusan sekolah umum atau sarjana. Karena itu, penambahan politeknik diharapkan bisa meningkatkan kompetensi lulusan politeknik.
Kehadiran Politeknik memiliki peran penting dan strategis. Ketersediaan tenaga kerja terampil setingkat ahli madya yang siap pakai, dapat mendukung perbaikan iklim investasi. Perguruan Tinggi ini, dapat menjadi perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan keahlian terbaik. Melalui kemitraan dengan kalangan industri dan jasa yang banyak terdapat di Jabotabek, ke depan dapat dihasilkan lulusan-lulusan terbaik yang siap pakai untuk diterima di dunia usaha maupun di cabang-cabang profesi yang lain.

Persaingan Tenaga Kerja
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, penyerapan tenaga kerja di Jabar sangat lemah selama dua tahun terakhir. Sebab, jumlah penganggur di Jabar masih sangat tinggi, yaitu berkisar 14-15 persen dari jumlah penduduk usia kerja. Sementara angkatan kerja yang bekerja hanya berkisar 84-85 persen.
Hingga Februari 2007 jumlah angkatan kerja di Jabar sebanyak 17,53 juta orang, tetapi yang terserap bekerja hanya 14,99 juta orang. Adapun yang menganggur mencapai 2,54 juta orang. Sementara itu, yang termasuk penduduk usia kerja tetapi bukan angkatan kerja karena alasan bersekolah dan berumah tangga jumlahnya mencapai delapan juta orang. Itu berarti tingkat pertisipasi angkatan kerja hanya 60,73 persen, sedangkan tingkat pengangguran terbuka mencapai 15,51 persen.
Peningkatan jumlah angkatan kerja dan rendahnya penyerapan angkatan kerja itu banyak terjadi di kota-kota besar yang memiliki peluang kerja sangat tinggi, seperti Bandung, Bekasi, dan Depok. Di daerah tersebut banyak berdiri pabrik dan industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Namun tenaga kerja yang tersedia banyak yang rendah keterampilan atau keahliannya meskipun banyak yang berasal dari lulusan perguruan tinggi. Untuk itu perguruan tinggi perlu terus menjembatani lulusannya dengan dunia kerja, misalnya melalui pusat karier.
Politeknik Negeri Jakarta dapat pula menjadi lembaga pendidikan profesional yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi dan daya saing tinggi. Lulusan seperti itu sangat kita harapkan, untuk memacu perkembangan ekonomi kita dan memacu pembangunan bangsa secara menyeluruh. Politeknik Negeri Jakarta yang berlokasi di ibukota Negara, juga dapat menjadi pusat keunggulan riset terapan bagi pengembangan dunia industri. Bahkan, di masa yang akan datang perlu dipikirkan untuk mengembangkan program pendidikan baru yang dapat menunjang bidang jasa yang menjadi ciri khas kota besar seperti Jakarta.



Politeknik ke depan
Pemerintah telah melakukan antisipasi terhadap peluang investasi di bidang pendidikan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 77/2007 tentang pendidikan sebagai bidang usaha terbuka. Perpres tersebut sekaligus untuk memproteksi bangsa Indonesia, dan bukan sebagai upaya lepas tangan dari tanggung jawab konstitusional mencerdaskan bangsa.
Dalam Perpres tersebut hanya politeknik yang boleh dimasuki oleh investor asing, itu pun dibatasi bidang, lokasi dan batasan kepemilikan modal. Jadi terbuka, tapi tetap ada persyaratan yang harus dipenuhi.
Pemerintah memberi batasan yang jelas dalam Perpres No 77/2007 mengenai kepemilikan modal. Kepemilikan modal asing dalam penyelenggaraan pendidikan politeknik maksimal 49 persen, sementara 51 persennya dimiliki pemodal Indonesia, berikut pengawasan keuangan dan kebijakan.

Technological Process and Engineering Pipeline


maaf gambar sulit diakses!








Dari gambar di atas jelas terlihat bahwa pendidikan politeknik yang menyelenggarakan program D3 dan D4 sangat penting dalam proses penyediaan tenaga kerja, khususnya bidang teknik.
Bila kompetensi lulusan pendidikan (employer market driven) dari setiap jenjang dan jenis pendidikan telah ditentukan, maka pendidikan hakikatnya adalah pemenuhan secara memadai faktor-faktor utama sebagai berikut:
Program pendidikan (kurikulum) yang berbasis pada kompetensi, selalu dilakukan evaluasi terhadap Kurikulum berbasis Kompetensi industri. Hal ini untuk mendapatkan masukan dari industri dan menyelaraskan antara kompetensi lulusan politeknik dengan kebutuhan industri.
Peralatan dan fasilitas. Politeknik yang sudah ada tidak hanya mengejar pembangunan fisik bangunan saja, tetapi harus memfokuskan pada peralatan dan fasilitas praktek. Hal ini mengingat teknologi rekayasa industri sudah demikian tinggi yang kiranya perlu diimbangi oleh PNJ dengan perawatan yang baik.
Tenaga pengajar yang kompeten. Seperti dikemukakan di atas, untuk mengembangkan kurikulum yang berbasiskan kompetensi industri diperlukan tenaga pengajar yang handal pula. Pengajar perlu diberi kesempatan meningkatkan kemampuannya dalam banyak hal. Tidak hanya kemampuan bidang keahliannya tetapi kemampuan merencanakan dan mengevaluasi kurikulum kompetensi itu. Selama ini di PNJ hampir tidak pernah dilakukan evaluasi kurikulum, karena para pengelola sibuk dengan keahlian dan tidak banyak belajar cara mengembangkan kurikulum yang ada.
Peserta didik yang berkualitas. Keberhasilan pendidikan politeknik tidak lepas input yang didapat, yaitu calon mahasiswa. Dengan promosi dan sosialisasi pendidikan politeknik yang rapi dan terintegrasi maka akan didapatkan mahasiswa yang unggul dan berbakat.

Beberapa hal yang kemungkinan dapat menghambat pengembangan pendidikan politeknik mendatang.
Hambatan kultural. Walaupun investasi dalam faktor-faktor peralatan, fasilitas, dan pengembangan kompetensi tenaga pengajar telah dilakukan secara intensif dan ekstensif. Namun alasan klasik sebagai kendala, selalu karena kurangnya biaya operasional dan perawatan. Yang lebih mendasar lagi adalah kendala budaya, yaitu tekad untuk menguasai dan hidup dengan menggunakan teknologi.
Perangkat-perangkat teknologi (permesinan, peralatan, sistem) perlu dirawat sebaik-baiknya. Perawatan dan perbaikan peralatan yang tidak memakan biaya besar sekalipun sering terabaikan. Rasa kehilangan karena rusaknya peralatan belum tertanam, sehingga pengembangan keterampilan mahasiswa dikompensasi dengan teori ataupun pengurangan kerja/praktik mandiri.
Hambatan semangat kewirausahaan (enterpreneurship). Ciri enterpreneur adalah inovatif, kreatif, dan berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan dan pertimbangan.

Politeknik umumnya dilengkapi dengan peralatan edukatif, yang juga merupakan peralatan produktif. Memanfaatkan aset-aset produksi untuk menghasilkan lulusan ganda, yaitu tenaga mahir dan produk yang layak jual, seharusnya dipadukan dalam proses pembelajaran untuk kemandirian. Seperti dicanangkan sejak awal bahwa pendidikan vokasi adalah merupakan pusat-pusat relevansi pembangunan, yang diwujudkan dalam bentuk pusat teknologi, pusat pendidikan/pelatihan dan pusat pelayanan (business center) pada masyarakat sekitarnya/daerahnya belum terjadi secara kelembagaan. Dari kegiatan-kegiatan itulah seharusnya ada masukan dana yang dapat membantu operasional politeknik.
Hambatan manajerial. Pengelolaan lembaga sebagai suatu satuan ekonomi (economic entity) tidak ada. Bila dipandang pendidikan vokasi sebagai suatu satuan ekonomi, maka direktur pada hakikatnya berperilaku sebagai CEO, bukan administrator. Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pencatatan, pengawasan, dan analisa terhadap masukan (input), proses, sasaran/hasil (output) harusnya selalu diadakan. Catatan tentang semua itu harusnya selalu diadakan sehingga bisa dianalisa kecenderungannya dan disimpulkan langkah-langkah selanjutnya. Analisa kuantitatif harus bisa dilakukan sehingga tahu kekurangannya, kelebihannya, dan seterusnya.

Menyikapi hal itu semua, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Kembangkan semangat kewirausahaan secara kelembagaan bagi pengelola dan staf-staf kunci di masing-masing bagian dan jurusan di politeknik melalui berbagai cara sehingga mampu menjadi pusat pelayanan masyarakat.
2. Bangun business linkages melalui kemitraan, tanpa membebani secara finansial terhadap peserta didik atau orangtuanya, jika dimungkinkan dapat memberikan bantuan finansial bagi yang memerlukan.
3. Ubah manajemen politeknik sehingga semua kegiatan itu terencana, terkendali, dan teraudit dengan semangat menuju kendali mutu terpadu (ISO).
4. Perbaiki dan fungsikan peralatan-peralatan yang rusak sampai memenuhi spesifikasi asalnya. Investasi diutamakan di sektor perawatan/perbaikan peralatan, baru kemudian pembaharuan teknologi (technology updating), khususnya untuk bidang elektronika dan komputer yang cepat kedaluwarsa.


Hilangkan pendekatan kebijakan yang terkotak-kotak, dan gantikan dengan memperhatikan kaitan antarjenjang-menengah-tinggi (politeknik/diploma), sarjana ilmu terapan maupun sarjana. Hal ini karena setiap jenjang mempunyai kelebihan/keunggulan masing-masing. Proses keindustrian juga merupakan satu kesatuan integral dari unggulan-unggulan yang saling mendukung dan saling memerlukan.
Maksimalkan investasi dalam membangun politeknik-politeknik/program-program diploma baru. Manfaatkan sekolah-sekolah menengah kejuruan (SMK) yang ada sebagai mitra dalam mendapatkan calon mahasiswa yang berbakat dan member kesempatan kepada tenaga kerja menengah untuk maju dan meningkatkan ketrampilannya melalui pendidikan politeknik.

3. Penutup
Kesimpulan
Selain mendapat ilmu pengetahuan dan keterampilan, alumni Politeknik Negeri Jakarta juga harus dibekali dengan sikap kerja yang dibentuk selama mengikuti perkuliahan. Salah satu keunggulan yang dimiliki Pendidikan Politeknik dalam menyiapkan lulusan yang siap untuk bekerja adalah suasana belajar yang dipadukan dengan suasana industri, sehingga lulusannya memiliki kesiapan pengetahuan, keterampilan, keahlian dan sikap kerja serta kemandirian. PNJ harus memperbanyak kerja sama dengan perusahaan/industri sebagai theaching company. Pihak industri diajak bersedia menjadi theaching facility dari lembaga pendidikan politeknik. Mendidik tenaga pintar dan terampil membutuhkan dukungan penuh industri. Pengajaran harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kompetensi yang ditentukan industri terkait dan organisasi profesi.

Rekomendasi
Merancang program-program pendidikan yang bersifat vokasi tidak bisa kita lakukan sendiri-sendiri secara terpisah-pisah, tanpa memperhatikan kaitan antarjenjang-menengah-tinggi (politeknik/diploma), sarjana ilmu terapan maupun sarjana. Hal ini karena setiap jenjang mempunyai kelebihan/keunggulan masing-masing. Proses keindustrian juga merupakan satu kesatuan integral dari unggulan-unggulan yang saling mendukung dan saling memerlukan. Oleh karena itu, dalam perancangan program-program pendidikan Politeknik Negeri Jakarta harus terjadi integrasi secara vertikal dari berbagai jenjang pendidikan yang bersifat kejuruan/profesi tersebut. Terlebih-lebih dalam era ekonomi baru (ekonomi dan industri berbasis pengetahuan), di mana pertumbuhan ekonomi akan didominasi oleh inovasi, baik dalam produk, jasa, pengelolaan, organisasi, dan seterusnya, maka perancangan secara integrasi vertikal menjadi penting.

DAFTAR PUSTAKA
Dodi Nandika, ”Kebijakan dan Program DP3M-Ditjen Pendidikan Tinggi”, 2003, makalah
Hadiwaratama, Pendidikan Kejuruan, Investasi Membangun Manusia Produktif, 2003 internet.
Gaspersz, Vincent , Penerapan Total Quality Management in Education (TQME) pada Perguruan Tinggi di Indonesia: Suatu Upaya untuk Memenuhi Kebutuhan Sistem Industri Modern, internet
Mark Allen, The Coorporate University, Amacom, USA, 2002
Sudiyono, Manajemen Pendidikan Tinggi, Rineka Cipta, Jakarta, 2004



05 Desember 2007

HANYA SATU KATA : KOMPETENSI !

(Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba karya tulis ilmiah dalam rangka LUSTRUM ke-5 PNJ tahun 2007)

1. Pendahuluan
Tokoh dan bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan suatu ungkapan (dalam bahasa Jawa) : Ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa ngelmu cupet, yang artinya: Ilmu tanpa keterampilan menerapkannya adalah kosong, sebaliknya keterampilan tanpa ilmu (pendukungnya) adalah kerdil.
Terampil adalah kata kunci yang selalu menjadi pegangan pengelola pendidikan politeknik. Lembaga ini umumnya tak menjanjikan pekerjaan bagi lulusan, tetapi memberi bekal yang cukup agar mereka mendapat jalan mencari pekerjaan sendiri atau membuka usaha. Berangkat dari pemikiran seperti itu, pendidikan Politeknik menempuh cara pembelajaran praktikum lebih banyak daripada teori.
Lembaga pendidikan kejuruan/ vokasi seperti politeknik di Indonesia hadir dipelopori pihak non-pemerintah. Misalnya, ATMI Solo yang awal kehadirannya dipelopori negara lain. Politeknik Manufaktur Bandung yang dulunya dikenal dengan nama Politeknik Mekanik Swiss hadir dari dukungan pemerintah Swiss. Demikian juga Politeknik Astra, hadir dengan dukungan sepenuhnya Yayasan Astra Bina Ilmu, Politeknik Gajah Tunggal berdiri atas dukungan penuh Gajah Tunggal Group. Politeknik Manufaktur Timah didukung sepenuhnya oleh PT. Timah Tbk, Bangka.
Walaupun tidak disertai gelar akademik yang muluk-muluk, lulusan lembaga pendidikan Politeknik di atas, hampir tidak ada yang menganggur. Sebagian bahkan menjalani ikatan dinas untuk mensuplai kebutuhan sumber daya manusia industri foundersnya.
Lalu mengapa lulusan pendidikan setingkat politeknik itu begitu laku? Jawabannya adalah kompetensi. Jika sesorang mempunyai kompetensi yang tinggi dalam bidangnya, ia akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya dan lebih unggul dibandingkan dengan yang tidak berkompetensi. Kompetensi adalah gabungan knowledge, skill dan attitude yang dipunyai sesorang. Kompetensi merupakan gabungan pengetahuan teoritis dan praktek yang mestinya diperoleh melalui lembaga pendidikan. Melalui pendidikan politekniklah seseorang mempunyai keahlian tertentu sehingga akan siap kerja atau menyesuaikan dengan dunia kerja industri. Di politeknik, mahasiswa mempunyai keseimbangan dalam kemampuan teori dan keterampilan untuk menerapkannya.
Keberadaan politeknik sangat dibutuhkan masyarakat. Mengambil contoh negara-negara maju seperti Jerman, Swiss, dan Amerika, jumlah politeknik di sana lebih banyak dibandingkan universitas. Fenomena itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat mereka. Bahkan, pendidikan politeknik di negara maju dinilai lebih prestesius. Peluang masuk ke politeknik juga lebih sulit dibanding masuk universitas.
Tidak mengherankan jika saat ini di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau berpendidikan tetapi menganggur alias tidak bekerja. Biasanya alasan dari kondisi ini adalah tidak tersedianya lapangan kerja. Padahal sesungguhnya lapangan kerja masih begitu banyak. Hanya saja kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja itu tidak dapat dipenuhi oleh para penganggur terdidik tadi. Di harian ibukota tiap hari Sabtu dan Minggu selalu berderet lowongan kerja yang begitu menantang calon atau tenaga kerja Indonesia. Lalu mengapa para calon tenaga kerja tidak mengisinya?
Basis kompetensi belum diterapkan dalam sistem pendidikan kita, kerjasama antara dunia industri yang membutuhkan tenaga kerja dengan lembaga pendidikan yang memasok juga masih jauh dari cukup. Padahal sesungguhnya industri merupakan tempat para terdidik untuk menerapkan teknologi terbaru yang ada.
Dalam tulisan ini permasalahan yang diajukan adalah bagaimana Politeknik Negeri Jakarta mengembangkan kompetensi mahasiswanya?

Ingin tahu pembahasannya? Tunggu kelanjutannya setelah pengumuman lomba tanggal 11 Des 2007!! Terima kasih.