05 Desember 2007

HANYA SATU KATA : KOMPETENSI !

(Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba karya tulis ilmiah dalam rangka LUSTRUM ke-5 PNJ tahun 2007)

1. Pendahuluan
Tokoh dan bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan suatu ungkapan (dalam bahasa Jawa) : Ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa ngelmu cupet, yang artinya: Ilmu tanpa keterampilan menerapkannya adalah kosong, sebaliknya keterampilan tanpa ilmu (pendukungnya) adalah kerdil.
Terampil adalah kata kunci yang selalu menjadi pegangan pengelola pendidikan politeknik. Lembaga ini umumnya tak menjanjikan pekerjaan bagi lulusan, tetapi memberi bekal yang cukup agar mereka mendapat jalan mencari pekerjaan sendiri atau membuka usaha. Berangkat dari pemikiran seperti itu, pendidikan Politeknik menempuh cara pembelajaran praktikum lebih banyak daripada teori.
Lembaga pendidikan kejuruan/ vokasi seperti politeknik di Indonesia hadir dipelopori pihak non-pemerintah. Misalnya, ATMI Solo yang awal kehadirannya dipelopori negara lain. Politeknik Manufaktur Bandung yang dulunya dikenal dengan nama Politeknik Mekanik Swiss hadir dari dukungan pemerintah Swiss. Demikian juga Politeknik Astra, hadir dengan dukungan sepenuhnya Yayasan Astra Bina Ilmu, Politeknik Gajah Tunggal berdiri atas dukungan penuh Gajah Tunggal Group. Politeknik Manufaktur Timah didukung sepenuhnya oleh PT. Timah Tbk, Bangka.
Walaupun tidak disertai gelar akademik yang muluk-muluk, lulusan lembaga pendidikan Politeknik di atas, hampir tidak ada yang menganggur. Sebagian bahkan menjalani ikatan dinas untuk mensuplai kebutuhan sumber daya manusia industri foundersnya.
Lalu mengapa lulusan pendidikan setingkat politeknik itu begitu laku? Jawabannya adalah kompetensi. Jika sesorang mempunyai kompetensi yang tinggi dalam bidangnya, ia akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya dan lebih unggul dibandingkan dengan yang tidak berkompetensi. Kompetensi adalah gabungan knowledge, skill dan attitude yang dipunyai sesorang. Kompetensi merupakan gabungan pengetahuan teoritis dan praktek yang mestinya diperoleh melalui lembaga pendidikan. Melalui pendidikan politekniklah seseorang mempunyai keahlian tertentu sehingga akan siap kerja atau menyesuaikan dengan dunia kerja industri. Di politeknik, mahasiswa mempunyai keseimbangan dalam kemampuan teori dan keterampilan untuk menerapkannya.
Keberadaan politeknik sangat dibutuhkan masyarakat. Mengambil contoh negara-negara maju seperti Jerman, Swiss, dan Amerika, jumlah politeknik di sana lebih banyak dibandingkan universitas. Fenomena itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat mereka. Bahkan, pendidikan politeknik di negara maju dinilai lebih prestesius. Peluang masuk ke politeknik juga lebih sulit dibanding masuk universitas.
Tidak mengherankan jika saat ini di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau berpendidikan tetapi menganggur alias tidak bekerja. Biasanya alasan dari kondisi ini adalah tidak tersedianya lapangan kerja. Padahal sesungguhnya lapangan kerja masih begitu banyak. Hanya saja kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja itu tidak dapat dipenuhi oleh para penganggur terdidik tadi. Di harian ibukota tiap hari Sabtu dan Minggu selalu berderet lowongan kerja yang begitu menantang calon atau tenaga kerja Indonesia. Lalu mengapa para calon tenaga kerja tidak mengisinya?
Basis kompetensi belum diterapkan dalam sistem pendidikan kita, kerjasama antara dunia industri yang membutuhkan tenaga kerja dengan lembaga pendidikan yang memasok juga masih jauh dari cukup. Padahal sesungguhnya industri merupakan tempat para terdidik untuk menerapkan teknologi terbaru yang ada.
Dalam tulisan ini permasalahan yang diajukan adalah bagaimana Politeknik Negeri Jakarta mengembangkan kompetensi mahasiswanya?

Ingin tahu pembahasannya? Tunggu kelanjutannya setelah pengumuman lomba tanggal 11 Des 2007!! Terima kasih.

Tidak ada komentar: